Muaro Jambi, Koranjambi.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Muaro Jambi bergerak cepat menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait penutupan akses vital ekonomi oleh aktivitas perusahaan perkebunan.
Ketua DPRD Muaro Jambi, Aidi Hatta, memimpin langsung audiensi terbuka pada Senin (13/10/2025) di Ruang Rapat Gabungan Komisi. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan Gabungan Kelompok Tani Bersama Kita Sukses dan Jaya Lestari yang melaporkan kerugian akibat pembangunan infrastruktur perusahaan.
Masyarakat mengadukan bahwa PT Petaling Mandraguna, perusahaan sawit yang beroperasi di wilayah mereka, telah membangun tanggul dan jalan yang secara fisik menutup total aliran sungai. Sungai tersebut sebelumnya merupakan sarana transportasi utama dan sumber penghidupan warga.
“Sungai itu urat nadi ekonomi kami. Sekarang terputus total karena tanggul dan jalan perusahaan. Kami tak dilibatkan dalam musyawarah apapun,” tegas perwakilan kelompok tani dalam forum tersebut.
Permasalahan ini meluas, tidak hanya mencakup akses air dan isu lingkungan hidup, tetapi juga dugaan pengabaian kewajiban alokasi lahan 20 persen di luar HGU (Hak Guna Usaha) bagi masyarakat, sebagaimana diatur oleh kebijakan pemerintah pusat. Tokoh lokal, Sudirman, menilai perusahaan telah mengabaikan tanggung jawab sosial dan tidak transparan terhadap komunitas adat dan petani.
Dukungan juga datang dari elemen kepemudaan seperti Pemuda Pancasila dan Karang Taruna Dusun Mudo, yang menyoroti tidak adanya kejelasan batas wilayah HGU dan skema kemitraan dengan warga sekitar konsesi.
Merupakan kasus yang bukan pertama kali terjadi di Muaro Jambi, Ketua DPRD Aidi Hatta merespons aduan ini dengan tegas. Ia menyatakan DPRD akan berdiri bersama rakyat dan tidak akan membiarkan hak masyarakat terabaikan.
“Kami akan panggil pihak perusahaan dalam waktu dekat. Jika benar akses ekonomi warga ditutup secara sepihak, maka itu bentuk ketidakadilan yang tak bisa dibiarkan,” ujar Aidi Hatta.
Ia menambahkan, lembaga legislatif akan menelusuri secara mendalam potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) serta Undang-Undang Perkebunan. (*)













