Logika HBA dan Halusinasi Cek Endra
Oleh Nurul Fahmi
Hasan Basri Agus (HBA) adalah politikus ulung. Dia profesional dan tegak lurus. Berdiri sebagai anggota komite/badan pemenangan pemilu Partai Golkar, dia harus mendukung Cek Endra, calon gubernur yang diusung oleh partai tersebut.
Di sisi lain, anak ideologisnya, Al Haris, juga ikut maju mencalonkan diri sebagai gubernur Jambi. Menjadi seteru calon dari partainya. Dia, HBA, jelas tak boleh ‘cawe-cawe’ dalam urusan pemenangan anaknya itu. Terlarang secara teknis kepartaian.
Namun apakah dia tidak boleh mendukung anaknya dalam kompetisi ini? Boleh saja. Dalam bentuk apa? Doa. Kalau dukungan verbal diberikan ke calon dari partainya dalam bentuk kerja, maka doa-lah yang akan dia panjatkan untuk anaknya. Doa bapak untuk anaknya.
Tak ada yang boleh mensabotase doa. Tak bisa orang mengkomplain doa, termasuk partai politik sekalipun. Doa adalah energi yang dilambungkan secara vertikal ke udara. Turun berupa rahmat bagi alam semesta. Apa yang lebih tinggi setelah doa?
Apakah ini khianat atau munafik? Bukan. Ini politik, Bung. Dalam politik, kepentingan masyarakat sejatinya harus didahulukan. HBA pasti mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang dipikul dipundaknya. Tak hendak dia merusak susu sebelanga dengan nila yang setitik.
Sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar, dia harus benar-benar konsisten dan komitmen untuk menunaikan janji pada masyarakat, termasuk beban tugas-tugas partai yang diberikan padanya. Meski, tanpa partai sekalipun, siapa yang bisa menyangkal ketokohan HBA? Maap-maap kata, kalaulah kemarin caleg boleh maju ke DPR pakai sepeda motor saja (tanpa partai), HBA pasti akan diantar ratusan ribu lebih pendukungnya dengan sepeda motor ke Senayan itu.
Tapi begitulah yang namanya tugas partai. Jangan cuma gara-gara sepele, dianggap tidak mendukung Cek Endra, dia diberi sanksi oleh partai. Terkena pergantian antar waktu (PAW). Kalau di-PAW, dia jelas tidak dapat menuntaskan janjinya. Janji yang sebenarnya adalah mimpinya juga. Mimpi untuk rakyat Jambi. Rajutan mimpi yang dimulainya sejak dia menjadi gubernur Jambi.
Mimpi dan harapan, yang kalau boleh kita jernih memandang, secara nyata telah tertransformasi ke dalam program-program kerja Al Haris, baik sejak menjabat sebagai Bupati Merangin, maupun sebagai cagub Jambi 2020 ini. Cermatilah visi misinya.
Adalah Pelabuhan Samudera Ujung Jabung yang merupakan salah satu mimpi HBA. Mimpi yang saat ini terejawantahkan melalui program dan visi-misi pasangan calon gubernur Jambi Al Haris-Abdullah Sani. Tak ada pasangan lain yang punya konsep dan fokus menggarap mimpi HBA ini.
Maka itu HBA punya strategi jitu. Dia harus tetap di Jakarta, mengawal anggaran pusat di DPR. Al Haris yang akan mengeksekusinya di Jambi. Semua rencana dan strategi itu menjadi mungkin ketika alam pikiran dan orientasi yang sama antara HBA dan Al Haris. Hal yang mustahil dilakukan HBA dengan Cek Endra apalagi Fachrori.
Itulah mengapa saya sebut Al Haris adalah anak ideologis HBA. Dia mampu menerjemahkan fikiran HBA dalam program kerjanya. Dia menyambung fikiran HBA ke dalam dirinya. Untuk kepentingan itulah dia, HBA, menasbihkan doa-doa untuk anaknya.
Halusinasi CE
Sementara saat ini kita dihadapkan pada fenomena ganjil. Semacam ketakutan Cek Endra, kalau-kalau HBA tak berpihak pada dirinya. Maka dipasanglah semua wajah dirinya dengan latar HBA. Berita soal dukungan HBA dibesar-besarkan. Digoreng kian-kemari. Padahal itu adalah peristiwa biasa.
Tapi percayalah, dengan itu masyarakat membaca bahwa Cek Endra dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tak berdaya jika tidak menempel ke nama besar HBA. Mereka hanya memainkan otoritas kepartaian. Mencoba kalau-kalau masyarakat terperdaya. Padahal, masyarakat tahu, ini adalah jebakan betmen belaka. Perangkap ular.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh CE itu kalau kata anak kini adalah halu. Halusinasi. Sebab semua orang di Jambi sudah paham, ratusan ribu suara dari HBA itu tak akan lari kemana.
(*/)