Oleh Nurul Fahmy
Langkah politik Fachrori Umar dan pasangan barunya, Syafril Nursal (FU-SN), memang tak terduga. Tapi sungguh terukur dan mematikan. Dia ibarat ‘Don’ dari Sisilia yang menyebut diri sebagai “Orang Orang Terhormat” yang mengobarkan semangat ‘Cosa Nostra’. Istilah lokal yang diterjemahkan sebagai “Our Thing” atau “Milik Kami”.
Konsekuensi spirit Cosa Nostra adalah hajar lawan sampai mati. Tiada kata ampun. Kesumat harus dituntaskan. Meski FU tentu saja bukan ‘Don’ sebenarnya. Tapi jentik tangannya saja sudah demikian menyakitkan bagi Fasha -AJB.
Baru saja berembus isu bakal calon gubernur Syarif Fasha akan membajak PKB dari Al Haris jelang pendaftaran cagub-bacagub pada 4 Septemper besok, tiba-tiba meleduk kabar PPP sudah di tangan FU-SN. Kejadian ini, ibarat plesetan pepatah “ulah nak nangkap pungguk yang terbang, kijang di kandang malah terlepaskan”.
Tapi penjabarannya sederhana. FU yang kadung kesal karena Fasha-AJB merebut NasDem darinya, membalas dengan “membeli” Gerindra dan Demokrat. Dua partai ini awalnya santer sudah akan merekomendasikan Walikota Jambi dan Walikota Sungaipenuh itu dalam pilgub Jambi 2020 ini.
Siapa sangka, sejalan dengan rekom Demokrat, FU juga mendapat bacagub yang gerot dari partai besutan SBY itu. Maka ditendanglah Safrial yang tak kunjung bisa memastikan PDIP di gengamannya.
Selain mahar, koneksi keluarga FU dikabarkan berperan besar dalam diberikannya rekomendasi ini. Irjen Syafril Nursal memiliki hubungan baik dengan saudara kandung istri Fahcrori, Rahima, Irjen Pol (Purn) M Syafii. Mereka, Syafril Nursal dan Syafii, pernah sama-sama menjalani pendidikan antiteror di Amerika. Keduanya sedudu’an dengan Tito Karnavian.
Maka jangan heran, kalau nanti pada 2024, Menteri Dalam Negeri ini akan maju menjadi capres atau cawapres dari Demokrat atau partai apapun.
Secara tidak langsung, Tito, sebagai mantan Kapolri, telah menyebar “orang-orangnya” di berbagai sektor. Saat ini saja, sudah ada sekitar 30 orang polisi di kementerian, tujuh orang di lembaga non kementerian, empat orang di BUMN dua orang sebagai duta besar, dan dua lagi di asosiasi. Dan Irjen Syafril Nursal adalah perwira tinggi ketiga yang maju sebagai cakada di 2020 ini. Korsa Polri jangan dianggap remeh.
Tapi itu nantilah dibahas. Kita bahas ini saja.
Kemudian, langkah FU tak cukup berhenti di sana. Selain kesumat, langkah menjegal pasangan Fasha-AJB dalam pilgub ini memang harus dilakukan. Logisnya begitu. Sebagai cawagub dari etnis Kerinci, FU tak ingin suara Syafril Nursal di daerahnya pecah dua, kalau AJB maju dalam helat ini.
Sebagai putra asli Kerinci, AJB tentu saja berpotensi mengganggu laju perolehan suara Syafril Nursal, yang jelas kalah populer dibanding AJB, setidaknya di daerahnya sendiri, Kerinci-Sungaipenuh.
Maka FU harus menghajar habis-habisan pasangan itu sampai benar-benar tak bernapas. Begitulah, napas dari PPP kemudian dicabut.
Padahal, awalnya, setelah kabar Fasha gagal membajak PAN dari Haris-Sani, pasangan CE-Ratu lah yang akan mendapatkan limpahan dukungan PPP. Karena Kursi Fasha tak cukup untuk maju dalam pilgub.
Meskipun dukungan PPP ini ke CE adalah dukungan hampa, sebab pasangan CE-Ratu sudah cukup kuat dengan Golkar-PDIP sebanyak 16 kursi. Jauh lebih banyak dari syarat minimal dukungan partai dalam pilgub Jambi.
Mendapati situasi ini–rivalitas ketat antara pasangan FU-Syaril Nursal dan Fasha-AJB– PPP serasa mendapat angin segar, dong. Dan pasti mau lah mendukung FU. Dari pada memberikan dukungan ke pasangan CE yang jelas-jelas tak butuh lagi, ya mending dukung pasangan yang membutuhkan. Jatuhlah rekomendasi PPP itu ke FU dan SN. Lebih logis dan menguntungkan. Pasti.
Kemudian bagaimana nasib Fasha-AJB? Seperti itu tadi, burung terbang, kijang lepas. PKB (kabarnya) tak dapat, PPP yang sudah di tangan malah lepas. Kalaupun dapat PKB, tetap saja pasangan ini akan kurang syarat maju Pilgub Jambi.
Kini jelas tinggal Nasdem yang cuma punya dua kursi, tengah bimbang. Ayo, siapa yang mau NasDem? Sementara Berkarya, yang cuma punya satu kursi? Sudah-sudahlah, jangan nak macam-macam lagi!