30 Perkara Pilkada Diprediksi Kandas, Pembacaan Putusan Sela Dijadwalkan 15 – 16 Februari 2021

jadwal sidang putusan sela pilkada jambi

Koranjambi.com, Sidang perselisihan hasil pilkada (PHP) 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) masih berlanjut. Menurut jadwal, Senin (8/2) dan hari ini, Selasa (9/2), seluruh persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan KPU, Bawaslu tuntas digelar. Persidangan selanjutnya dengan agenda pembacaan keputusan sela yang dijadwalkan berlangsung 15-16 Februari.

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana menyatakan, selama tahapan persidangan berjalan, perkara yang ditangani MK terus menyusut. Dari 132 perkara yang diregistrasi, misalnya, tersisa 126 PHP yang masih berjalan. ”Karena ada empat permohonan yang dicabut setelah perkara diregister dan ada dua perkara yang pemohonnya tidak hadir,” ujarnya dikutip dari jawapos (8/2).

Contohnya, di kasus sengketa pilkada Kota Medan, pemohon tidak hadir. Lalu, di pilkada Kota Bandar Lampung, pemohon mencabut gugatan. Jumlah yang kandas diprediksi akan bertambah. Dari pantauan KoDe Inisiatif, ada sekitar 30 perkara yang saat disidangkan berpotensi tidak memenuhi syarat formil. Penyebabnya, waktu pengajuan sengketa melampaui tenggat maupun kedudukan hukum pemohon tidak kuat.

Jika MK konsisten untuk meninjau persoalan dan menempatkan syarat selisih suara sebagai pertimbangan, KoDe Inisiatif memprediksi 80-an perkara akan berlanjut ke sidang pembuktian. Ihsan menilai ada perkara-perkara yang layak ditinjau lebih dalam. Pertimbangannya, dalil pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sulit dijelaskan dalam waktu singkat. Ditambah tenggat perbaikan permohonan yang mepet. ”Di proses pembuktian nanti baru dapat diukur,” imbuhnya.

Terkait kiprah penyelenggara di persidangan, KoDe Inisiatif menilai ada fenomena menarik. KPU sebagai termohon tidak menjawab semua dalil dari pemohon. KPU menyerahkannya ke pihak terkait, dalam hal ini paslon pemenang pilkada. ”Bahkan, hakim MK sempat menegur termohon karena tidak semua dalil yang diajukan pemohon dijawab,” ungkapnya.

Sementara itu, Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, secara prinsip KPU telah menjawab semua dalil yang diajukan pemohon. Jika ada persoalan yang diserahkan ke pihak terkait maupun Bawaslu, itu bagian dari respons KPU. ”Semua itu dilakukan secara proporsional sesuai tugas dan kewenangan KPU,” ujarnya.

Seperti diketahui, dari 126 perkara PHP yang tengah disidang di MK, dua diantaranya dari Jambi. Yakni sengketa hasil Pilgub Jambi yang digugat pasangan nomor urut 1 Cek Endra-Ratu Munawaroh, dan hasil Pilwako Sungai Penuh yang digugat pasangan Fikar Azami-Yos Adrino.

Baca Kuasa Hukum Al Haris-Sani : Pemohon Lupa Pihak Terkait Bukan Incumbent, Tak Bisa Lakukan TSM

Dalam permohonan gugatannya yang dibacakan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra, CE-Ratu menyebut mereka memiliki bukti bahwa selisih suara yang terpaut tipis dari paslon 03 Haris-Sani (11.418), terindikasi diperoleh dengan praktik pelanggaran. Menurut Yusril, praktik pelanggaran itu terjadi secara meluas oleh KPU. Sehingga merugikan CE-Ratu.

CE-Ratu mempersoalkan pemilih tidak berhak yang tanpa memiliki E-KTP dan SUKET diberikan kesempatan memilih. Totalnya sekitar 13.487 suara. Menurut Yusril hak memilih telah diatur dalam pasal 56 dan 57 UU Nomro 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, yang menyatakan bahwa satu-satunya syarat utama pemilih bisa menncoblos dibuktikan dengan kepemilikan E-ktp atau Surat Keterangan Telah Melakukan Rekam Data Elektronik (SUKET) dari Disdukcapil.

“Dalam prosesnya, kami menemukan banyak pemilih yang tidak berhak ikut diberikan kesempatan memilih. Bberdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 4 PKPU nomor 19 tahun 2019, suara yang berasal dari pemilih yang tidak memiliki E-KTP atau SUKET merupakan suara yang tidak sah. Karena KTP atau SUKET adalah syarat untuk dapat menggunakan hak pilih dan secara limitatif sebagai pembuktian benar tidaknya domisili pemilih,”jelas Yusril.

Yusril menegaskan, akibat praktik pelanggaran yang terjadi secara meluas itu pasangan CE-Ratu dirugikan. “Yang semestinya pasangan CE-Ratu memperoleh suara 585.203 dan paslon Haris-Sani 583.134,”ujarnya.

Berdasarkan perolehan suara itu, pasangan CE-Ratu semestinya unggul sekitar 2 ribu suara. Menurut Yusril, pelanggaran pemilu yang berlangsung dengan massif itu jelas merugikan CE-Ratu dan justru menguntungkan Haris-Sani.

Dalam petitumnya, Yusril meminta Hakim MK untuk menganulir keputusan KPU yang memenangkan Al Haris-Sani. Yusril juga meminta MK agar memerintahkan KPU untuk menetapkan CE-Ratu sebagai pemenang Pilgub Jambi dengan perolehan suara 585.203 suara itu.

Atau memerintahkan termohon (KPU) untuk melakukan Pemungutan suara ulang pada TPS yang tersebar di 15 Kecamatan dalam lima Kabupaten.

Rinciannya, Kabupaten Muarojambi : Kecamatan Sungai Gelam, Sungai Bahar, dan Jaluko. Lalu di Kabupaten Kerinci: Kecamatan Danau Kerinci, Setinjau Laut, Bukit Kerman, dan Gunung Raya. Kemudian Kabupaten Batanghari: Kecamatan Bajubang, Mersam, Marosebo Ulu, dan Muara Bulian. Kota Sungai Penuh: Kecamatan Kotobaru.

Selanjutnya, Kabupaten Tanjab Timur: Kecamatan Sadu, Mendahara, dan Dendang.  Atau setidak tidaknya memerintahkan termohon melakukan PSU di TPS TPS yang tersebar di 5 kabuptane, 15 kecamatan dan 41 Keluraham/desa.

Kemudian, pada sidang kedua, 1 Februari lalu, KPU Provinsi Jambi selaku pihak termohon dalam sidang sengketa hasil Pilgub Jambi 2020, menolak dan membantah semua dalil gugatan pasangan Cek Endra-Ratu Munawaroh (CE-Ratu), selaku pihak pemohon. Kuasa hukum KPU Syahlan Samosir menyatakan Substansi permohonan CE-Ratu (Pemohon) terkait hak memilih tidak berkaitan langsung dengan perselisihan penetapan perolehan suara pilgub 2020.

Menurut dia, permohonahn pemohon lebih cendrung kepada pelanggaran administrasi. Sehingga kewenangan penyelesaiannya ada di tangan KPU masing masing tingkatan. Oleh sebab itu, pemohon tidak memiliki legal standing mengajukan permohonan pembatalan perolehan suara pada MK. ‘’Untuk itu permohonan yang diajukan pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima,’’ katanya.

Syahlan menyatakan pemohon juga tidak cermat menulis SK No 89/PL.02.3-KPT/15/Prov/IX tahun 2020 tentang penetapan pasangan cagup-cawagub yang menenuhi persyarantan jadi peserta Pilgub Jambi yang diterbitkan KPU 23 September 2020. Bukan 12 Februari 2020 sebagaimana tercantum dalam permohonan CE-Ratu.

Mengenai dalil gugatan CE-Ratu yang mentakan banyak pemilih (13 ribuan) yang tidakmemenuhi syarat, tidak miliki E-KTP atau SUKET diberi kesempatan memilih, Syahlan menilai dalil pemohon tidak mendasar dan menduga duga tanpa bukti kongrit. Menurut dia, seluruh proses pemungutan suara di setiap TPS dihadiri pihak berwenang dan terbuka untuk umum. Seluruh warga masyarakat juga ikut menyaksikan penghitungan suara.

‘’Sehingga jika terdapat tindakan mengindikasi pelanggaran, baik berupa pemilih tidak berhak diberi kesempatan memilih, maupun lainnya tentu pihak pihak yang hadir dapat melaporkan ke pihak berwenang, dalam hal ini Bawaslu,’’ jelasnya.

Kemudian soal data pemilih, menurut Syahlan, termohon tidak mempunya hak memberikan akses mendapatkan atau mengakses data kependudukan. Hal tersebut sudah diatur Berdasarkan Pasal 10 ayat 1 PP Nomor 40 tahun 2019 tentang pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan sebagai mana sudah diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan UUNo 23 2006 tentang administrasi kependudukan.

Dia juga menjelaskan, berdasarkan pasal 42 ayat 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6/2020 menegaskan alat bukti surat atau tulisan sebagaimana dimaksud perolehannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

‘’ Dengan demikian yang menjadi fakta, pemohon bukan termasuk pengguna yang diberi akses kependudukan sebagaimana diatur dalam perundang undangan di atas. Sehingga bukti yang diajukan pemohon patut beralasan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dan untuk itu seharusnya dalil permohonan pemohon dinyatan untuk ditolak,’’ katanya.

KPU juga melampirkan semua data pemilih yang sipersoalkan pihak CE-Ratu. “Semua kita bantah by name dan by adress,” ujarnya. Semua nama-nama yang dicantumkan dalam gugatan yang dinyatakan sebagai pemilih tidak sah, ternyata tidak bisa dibuktikan. Berdasarkan daftar hadir saat di TPS, nama-nama tersebut kebanyakan tidak datang dan jika ada yang datang mereka sah sebagai pemilih dan memiliki e-KTP.

Dengan demikian, lanjut dia, adanya pelanggaran yang diklaim pemohon terjadi di 5 kabupaten, 15 kecamatan, 41 kelurahan/desa, 88 TPS tidak terbukti. ‘’Sehingga apa yang didalilkan pemohon  tidak berdampak pada perolehan suara pilgub Jambi. Sehingga patut pula MK menolak permohonan pemohon,’’ tegasnya.

Syahlan juga menyatakan Laporan pemohon ke Bawaslu Provinsi Jambi tidak pernah ditindaklanjuti bawaslu. Yang dibuktikan bawaslu tidak mengeluarkan rekomendasi atau yang harus dijalankan termohon.

Berdasarkan jawaban yang dia sampaikan, dalam petitum pihak KPU menyampaikan

Permohon ke hakim mahkamah konstitusi mengabulkan esepsi termohon, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon seluruhnya, menyatakan benar dan tetap berlaku putusan KPU Provinsi Jambi tentang penetapan perolehan suara Hasil Pilgub Jambi 2020, tangga 19 Desember 2020. ‘’Atau apabila MK berpendapat lain mohon keputusan yang seadil adilnya,’’ pungkasnya

Sementara itu, Bawaslu Provinsi Jambi pada sidang 1 Februari lalu membeberkan semua temuan dan laporan pelanggaran yang mereka tangani selama tahapan Pilgub Jambi 9 Desember 2020. Ketua Bawaslu Provinsi Jambi Asnawi dalam keterangannya menyampaikan temuan data pemilih yang belum melakukan perekaman e-KTP pasca penetapan Daftar pemilih Tetap (DPT). Rinciannya di Kota Sungai Penuh, terdapat 572 pemilih yang terdaftar dalam DPT belum melakukan perekaman e-KTP. Ini diketahui dari hasil pengawasan dan koordinasi Bawaslu Kota Sungai Penuh dengan Dinas Dukcapil pada 2 Desember 2020.

Kemudian, di Batanghari Bawaslu juga menemukan 2.833 pemilih yang masuk dalam DPT belum merekam e-KTP. Ini diketahui dari laporan hasil pengawasan dan koordinasi Bawaslu Batanghari dengan Dinas Dukcapil setempat pada 24 November 2020.

Selanjutnya, di Kabupaten Kerinci terdapat empat kecamatan yang belum melakukan perekaman e-KTP. Yaitu Kecamatan Danau Kerinci Barat, Keliling Danau, Tancho, dan Air Hangat Barat. ” Ketika itu perekaman belum dilakukan karena keempat kecamatan tersebut terdeteksi covid-19,” kata Asnawi.

Menurut dia, dari hasil koordinasi dengan KPU Provinsi Jambi dan Dinas Dukcapil diperoleh keteranngan, pada November 2020 persentase pelaksanakan perekaman e-KTP di Kerinci 28,9 persen. Kemudian pada Desember 2020 sudah mencapai 99 persen.

Asnawi juga menyampaikan, di Muarojambi dan Tanjab Timur tidak dilakukan pengawasan perekaman e-KTP, karena tidak ada pemberitahuan dari Dinas Dukcapil terkait pelaksanaan perekaman.

Asnawi juga menjelaskan soal tindak lanjut laporan pelanggaran data pemilih yang mereka terima. Menurut dia, hasil klarifikasi terhadap pelapor, para saksi dan terlapor dapat disimpulkan menjadi fakta hukum, bahwa sebanyak 30.563 pemilih melakukan perekaman e-KTP pada 11 November 2020 saat pencanangan gerakan mendukung perekaman e-KTP Pilkada serentak 2020.

” Bersarkan surat dari KPU RI, KPU Provinsi Jambi, KPU Kabupeten/Kota,PPK dan PPS kemudian melakukan pengecekan kembali ke kapangan  30 ribuan lebih pemilih terdaftar dalam DPT yang belum melakukan perekaman e-KTP,” jelasnya.

Asnawi melanjutkan bahwa berdasarkan surat KPU RI tentang tindak lanjut hasil koordinasi dengan dengan Dirjen Dukcapil tanggal 26 November 2020 dan seetelah dilakukan upaya bersama di Provinsi Jambi, diketahui terdapat 8.063 pemilih terdaftar dalam e-KTP belum melakukan perekaman e-KTP.

Kemudian, lanjut Asnawi, setelah dilakukan upaya jemput bola mempasilitasi perekaman e-KTP, pelapor dan dinas dukcalil diketahui pada saat pemungutan suara tanggal 9 Desember 2020 terdapat 6.782 pemilih terdaftar dalam DPT belum melakukan perekaman e-KTP.  Namun, menurut Asnawi, laporan potensi pelanggaran adminsitasi pemilih tersebut tidak dapat ditindaklanjuti dalam bentuk rekomendasi,  karena pelapor, saksi dan terlapor tidak bisa membuktikan pemilih yang tidak merekam e-KTP tersebut mengunakan  hak suara saat pemungutan suara. (*)

Telah terbit di jambione.com